Wednesday, February 7, 2007

KARS DI INDONESIA

Batuan karbonat merupakan batuan yang penyusun utamanya mineral karbonat. Secara umum, batuan karbonat dikenal sebagai batugamping, walaupun sebenarnya terdapat jenis yang lain yaitu dolostone. Batuan karbonat dapat terbentuk di berbagai lingkungan pengendapan.Umumnya batuan ini terbentuk pada lingkungan laut, terutama laut dangkal. Hal tersebut dikarenakan batuan karbonat dibentuk oleh zat organik yang umumnya subur di daerah yang masih mendapat sinar matahari, kaya akan nutrisi, dan lain – lain Karena faktor yang mempengaruhi pembentukan batuan karbonat bermacam-macam menyebabkan bentang alam yang dibentuk oleh batuan karbonat juga beraneka ragam. Batuan karbonat, khususnya batugamping, memiliki sifat mudah larut dalam air. Hal ini dapat dijumpai terutama pada batugamping yang berkadar CO2 tinggi. Pelarutan tersebut akan menghasilkan bentukan-bentukan yang khas yang tidak dapat dijumpai pada batuan jenis lain. Gejala pelarutan ini merupakan awal proses karstifikasi. Morfologi yang dihasilkan oleh batuan karbonat yang mengalami karstifikasi dikenal

dengan sebutan bentang alam kars.

Bentuk topografi bentang alam ini khas, seperti doline, sinkhole, karst window, tower karts, terarosa, pepino hill, uvala, natural bridge, gua, dll.

Faktor –faktor yang mempengaruhi pembentukan topografi ini diantaranya:

1. Faktor fisik, seperti ketebalan batu gamping, orositas dan permeabilitas batu gamping, dan intensitas struktur (kekar) yang mengenai batu gamping tersebut.

2. Faktor kimia, seperti kondisi kimia batuan dan kondisi kimiawi media pelarut.

3. Faktor biologis, seperti aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi dan aktivitas manusia dan hewan walaupun secara tidak langsung

4. Faktor iklim dan lingkungan



Sebagian besar kawasan kars di Indonesia tersusun oleh batuan karbonat, dan hampir tidak ada yang tersusun oleh batuan lain seperti gipsum, batugaram, maupun batuan evaporit. Hampir di setiap pulau di Indonesia memiliki batuan karbonat, tapi tidak semuanya terkartsifikasi menjadi kawasan kars. Kars di indonesia tersebar di sebagian besar pulau-pulau di Indonesia, namun demikian tidak semuanya berkembang dengan baik. Balazs (1968) selanjutnya mengidentifikasi terdapat tujuh belas kawasan kars mayor di Indonesia. Diantara kawasan kars tersebut, terdapat dua kawasan kars yang paling baik dan dianggap sebagai prototipe dari kars daerah tropis, yaitu kars Maros dan

Gunung Sewu.

Hampir semua daerah yang memiliki bentang alam kars mempunyai bentukan-bentukan yang khas di setiap daerah. Perbedaan-perbedaan tersebut menjadi dasar pengelompokan kawasan kars di Indonesia, yang antara lain adalah :

a. Tipe Gunung Sewu
Tipe ini hadir berupa kawasan kars yang luas dan dicirikan bukit gamping berbentuk kerucut (konical) dan kubah yang jumlahnya ribuan. Selain itu di dapati adanya lembah dolin dan polje diantara bukit-bukit tersebut. Di dalam dolin didapati adanya terrarosa yang menahan air sehingga tidak bocor ke dalam tanah. Terrarosa juga digunakan untuk lahan pertanian. Sungai-sungai yang mengalir masuk kebawah permukaan tanah melalui mulut-mulut gua maupun dari sink yang ada. Sungai-sungai yang mengair di bawah tanah akan bergabung membentuk sistem besar. Arah aliran sungai umumnya dikendalikan oleh struktur geologi. Tipe ini berkembang di sepanjang jalur pegunungan selatan dari Jawa Timur hingga Yogyakarta.

b . Tipe Gombong
Bentang alam kars dicirikan oleh pembentukan cockpit, terutama yang dijumpai di daerah selatan Gombong (daerah Karangbolong). Bentukan depresi yang ada umumnya dibatasi oleh lereng yang terjal dan kadang dijumpai bentukan seperti bintang. Karena batugamping berada di atas lapisan batuan yang kedap air maka batas antara keduanya menjadi tempat keluarnya mata air.

c. Tipe Maros
Tipe ini dicirikan oleh bukit-bukit yang berbentuk menara (tower karst/mogote). Pembentukan bentan alam ini berkaitan dengan bidang retakan (kekar dan sesar) yang arahnya berkedudukan tegak atau hanpir tegak. Tinggi menara antara 50-200 meter, berlereng terjal dan datar pada bagian puncaknya. Diantara bukit-bukit tersebut terdapat lembah-lembah sempit, berdasar rata, berbentuk memanjang. Bentukan yang khas ini
dijumpai di daerah Maros, Sulawesi Selatan.

d. Tipe Wawolesea
Tipe ini dicirikan adanya lorong-lorong yang terisi oleh air panas dan di beberapa tempat terdapat jembatan alam (natural bridge). Tipe ini dicirikan terutama oleh kontrol hidrologi air panas sehingga terjadi proses pengendapan ulang larutan kalsit yang membentuk undak travertin yang beraneka ragam serta jarang dijumpai di tempat lain.

e. Tipe Semau
Tipe ini merupakan tipe kawasan kars yang melibatkan batugamping yang berumur muda (Kala Kwarter). Bentang alam yang dijumpai berupa surupan (sink) dan lorong-lorong gua yang pendek. Undak-undak pantai yang disusun oleh koral dapat mencapai tebal 25-100 meter dan mengalami pengangkatan 2,5 cm/tahun. Tipe Semau dijumpai pada
P. Semau sebelah barat Kupang, NTT.

f. Tipe Nusa Penida
Pulau Nusa Penida yang terletak di sebelah selatan P. Bali memiliki kawasan karst yang tersusun atas batugamping klastik dan non klastik. Pada batugamping klastik terdapat sisipan batuan berukuran halus dan kedap air. Adanya perulangan jenis batuan menyebakan terjadi keluaran air tanah yang bertingkat. Bentang alam dolin dan bukit kerucut tidak berkembang dengan baik. Gua-gua juga tidak berkembang dengan baik.

g. Tipe Irian
Berdasar informasi yang ada, tipe kars di Irian dicirikan oleh adanya gua-gua yang panjang. Kars disusun oleh batugamping klastik dan bioklastik, sebagian bahkan telah terubah menjadi metasedimen akibat kontak dengan intrusi batuan beku.





 

BENTANG ALAM KARS

 Pengertian

Topografi kars adalah suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk ke dalam tanah dan meninggalkan lembah kering dan muncul kembali di tempat lain sebagai mata air yang besar.



 Faktor yang mempengaruhi bentang alam kars

a. Faktor Fisik

b. Faktor Kimiawi

c. Faktor Biologis

d. Faktor Iklim dan Lingkungan



a. Faktor Fisik

Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi :

1. Ketebalan batugamping, yang baik untuk perkembangan karst adalah batu gamping yang tebal, dapat masif atau yang terdiri dari beberapa lapisan dan membentuk unit batuan yang tebal, sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum habis terlarutkan. Namun yang paling baik adalah batuan yang masif, karena pada batugamping berlapis biasanya terdapat lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan, sehingga mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menembus seluruh lapisan.

2. Porositas dan permeabilitas, berpengaruh dalam sirkulari air dalam batuan. Semakin besar porositas sirkulasi air akan semakin lancar sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.

3. Intensitas struktur (kekar), zona kekar adlah zona lemah yang mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan, proses pelarutan berlangsung intensif. Kekar yang baik untuk proses karstifikasi adalah kekar berpasangan (kekar gerus), karena kekar tsb berpasangan sehingga mempertinggi porositas dan permeabilitas.

Namun apabila intensitas kekar sangat tinggi batuan akan mudah tererosi atau hancur sehingga proses karstifikasi terhambat.



b. Faktor Kimiawi

1. Kondisi kimia batuan, dalam pembentukan topografi kars diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan dan yang paling baik diperlukan 90% kalsit.

2. Kondisi kimia media pelarut, dalam proses karstifikasi media pelarutnya adalah air, kondisi kimia air ini sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi

Kalsit sulit larut dalam air murni, tetapi mudah larut dalam air yang mengandung asam. Air hujan mengikat CO2 di udara dan dari tanah membentuk larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat (H2CO3). Larutan inilah yang sangat baik untuk melarutkan batugamping.

c. Faktor Biologis

Aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi dapat menghasilkan humus yang menutup batuan dasar, mengakibatkan kondisi anaerobic sehingga air permukaan masuk ke zona anaerobic, tekanan parsial CO2 akan meninggkat sehingga kemampuan melarutkannya juga meningkat.


d. Faktor Iklim dan Lingkungan

Kondisi lingkungan yang mendukung adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat yang tinggi yang terdiri dari batuan yang mudah larut (batugamping) yang terkekarkan intensif. Kondisi lingkungan di sekitar batugamping harus lebih rendah sehingga sirkulasi air berjalan dengan baik, sehingga proses karstifikasi berjalan dengan intensif.



 Proses Pembentukan Topografi Kars

Kondisi batuan yang menunjang terbentuknya topografi karst ada 4, yaitu:

a. Mudah larut dan berada di atau dekat permukaan.

b. Masif, tebal dan terkekarkan.

c. Berada pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.

d. Dikelilingi lembah

Proses pelarutan pada batugamping, meninggalkan morfologi sisa pelarutan, perkembangan morfologi sisa ini dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :

a. Terjadi pelarutan pada batuan terkekarkan sehingga membentuk lembah yang kemudian merupakan zona yang lebih cepat mengalami pelarutan (zona A) dibandingkan dengan zona B yang tidak mengalami pengkekara.

b. Karena zona A lebih cepat mengalami pelarutan, maka zona ini segera terbentuk lembah yang dalam, sementara pada zona B masih berupa dataran tinggi dengan gejala pelarutan di beberapa tempat.

c. Pelarutan pada kedua zona terus berjalan sehingga pada fase ini mulai terbentuk kerucut-kerucut karst pada zona B. Pada kerucut karst ini tingkat pelarutan/erosi vertikalnya lebih kecil dibandingkan lembah di sekitarnya.

d. Karena adanya erosi lateral oleh sungai maka zone A berada pada batas permukaan erosi dan pada zona B erosi vertikal telah berjalan lebih lanjut sehingga hanya tinggal beberapa morfologi sisa saja, morfologi sisa ini disebut menara karst.



 Bentang Alam Hasil Proses Karstifikasi

Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam karst dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan

1. Bentuk Konstruksional

Bentuk-bentuk konstriksional adalah topografi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau pengendapan mineral karbonat yang dibawa oleh air.

Berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

• Bentuk-bentuk minor

Bentang alam karst minor adalah bentang alam yang tidak dapat diamati pada peta topografi atau foto udara.

• Bentuk-bentuk mayor

Bentang alam mayor adalah yang dapat diamati dari peta topografi atau foto udara.

Bentuk-bentuk bentang alam minor antara :

a. Lapies, yaitu bentuk yang tidak rata pada batugamping akibat adanya proses pelarutan dan penggerusan.

b. Karst split, adalah celah pelarutan yang terbentuk di permukaan.
c. Parit karst, yaitu alur pada permukaan yang memanjang membentuk parit, yang juga sering dianggap karst split yang memanjang sehingga membentuk parit.
d. Palung karst, adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar, terbentuk karena proses pelarutan, kedalaman lebih dari 50 cm. biasanya pada permukaan batuan yang datar atau miring rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.
e. Speleotherms, adalah hiasan pada gua yang merupakan endapan CaCO3 yang mengalami presipitasi pada air tanah yang membawanya masuk ke dalam gua. (Stalaktit, stalakmit)
f. Fitokarst, adalah permukaan yang berlekuk-lekuk dengan lubang-lubang yang saling berhubungan, terbentuk karena adanya pengaruh aktivitas biologis yaitu algae yang tumbuh di dalam batugamping. Algae menutup di permukaan dan masuk sedalam 0,1 – 0,2 mm dan menghasilkan larutan asam sehingga melarutkan batugamping.
Bentuk-bentuk topografi karst mayor antara lain :
a. Surupan (doline), yaitu depresi tertutup hasil pelarutan dengan diameter mulai dari beberapa meter sampai beberapa kilometer, kedalaman bisa sampai ratusan meter dan mempunyai bentuk bundar atau lonjong.
b. Uvala, adalah gabungan dari beberapa doline.
c. Polje, adalah depresisi tertutup yang besar dengan lantai datar dan dinding curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan, pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur, dan mengalami pelebaran saat terisi oleh air.
d. Jendela karst, adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan dengan udara luar, terbentuk karena atap gua runtuh.
e. Lembah karst, adalah lembah atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya. Ada 4 macam lembah karst, yaitu :
• Allogenic valley, lembah karst dengan hulu pada batuan kedap air (bukan batugamping) yang kemudian masuk ke dalam daerah karst.
• Blind valley, lembah karst yang alirannya tiba-tiba hilang karena masuk ke dalam batuan.
• Pocket valley, yaitu lembah yang berasosiasi dengan mata air yang besar dan keluar dari batuan kedap air (bukan batugamping) yang berada di bawah lapisan batugamping.
• Dry valley, lembah yang mirip dengan lembah fluviatil tetapi bukan sebagai penyaluran air permukaan karena air yang masuk langsung meresap ke batuan dasarnya (karena banyak rekahan)
f. Gua, adalah ruang bawah tanah yang dapat dicapai dari permukaan dan cukup besar bila dilalui oleh manusia.
g. Terowongan dan jembatan alam, adalah lorong di bawah permukaan yang terbentuk oleh pelarutan dan penggerusan air tanah.
2. Bentuk sisa pelarutan
Sisa pelarutan adalah morfologi yang terbentuk karena pelarutan dan erosi sudah berjalan sangat lanjut sehingga meninggalkan sisa erosi yang khas pada daerah karst.
Macam-macam morfologi sisa antara lain :
a. Kerucut karst, adalah bukit karst yang berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi.
b. Menara karst, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi yang berbentuk menara dengan lereng yang terjal tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yang lainnya dan dikelilingi dataran aluvial.